Kegiatan Sedekah Bumi Desa Sambiroto Merupakan Tradisi Leluhur

  • Aug 24, 2018
  • sambiroto

Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia, Allah telah menciptakan bumi dengan segala isinya dan Allah juga yang telah menjaganya, dengan berbagai perubahan musim yang telah mempengaruhi siklus bumi agar seimbang dan berbagai fenomena Alam lain yang kadang manusia tak dapat menyadari bahwa semua itu menunjukkan kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Oleh karena itu, salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menciptakan bumi dengan segala isinya yaitu dengan melaksanakan ritual upacara sedekah bumi.

Upacara Sedekah bumi merupakan sebuah ritual yang biasanya di lakukan oleh masyarakat jawa, sedekah bumi berarti menyedekahi bumi atau niat bersedekah untuk kesejahteraan bumi. Bersedekah adalah hal yang sangat di anjurkan, selain sebagai bentuk dari ucapan syukur atas segala nikmat yang telah di berikan Allah, bersedekah juga dapat menjauhkan diri dari sifat kikir dan dapat pula menjauhkan diri dari musibah. Melihat dari semua itu, sungguh sangat perlu untuk melaksanakan ritual sedekah bumi. Bumi yang hakikatnya sebagai tempat hidup dan bertahan hidup bagi semua makhluk yang ada didalamnya, sudah selayaknya kita sebagai manusia yang sejatinya adalah khalifah atau pemimpin di muka bumi ikut menjaga dan mendo’akan agar keselamatan dan kesejahteraannya terjaga. Bila bumi sejahtera, tanah subur, tentram, tidak ada musibah, maka kehidupan di bumi pun akan terjaga dan manusia pun pada akhirnya yang memetik dan menikmati kesejahteraan itu.

Masyarakat Desa Sambiroto sebagian besar masih peduli pada pelaksanaan upacara-upacara adat, mereka masih meyakini akan manfaat dari pelaksanaan upacara adat yang sudah terselenggara sejak zaman dahulu, sehingga mereka masih melestarikan upacara-upacara adat. Salah satu upacara adat yang masih dilestarikan adalah upacara adat Sedekah Bumi. Yang menarik untuk dikaji dari upacara adat Sedekah Bumi ini adalah terjadinya akulturasi budaya antara Islam dan budaya Jawa setempat. PENDAPAT MASYARAKAT SETEMPAT
  • Yang Setuju (Pro)

Pendapatnya mengenai pelaksanaan sedekah bumi, ia setuju dengan alasan meneruskan adat pada zaman dahulu dan sudah menjadi tradisi secara turun-temurun. Sehingga harus dilestarikan dan sebagai tanda rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil-hasil bumi yang melimpah dan berharap agar desanya terhindar dari marabahaya.[5] Hal ini dapat diperkuat dengan teori yang berorientasi kepada upacara religi. Robertson Smith, seorang ahli teologi, sastra Semit, dan ilmu pasti, mengingatkan bahwa disamping sistem kepercayaan dan doktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan, walaupun keyakinan masyarakat itu sendiri sudah berubah. Upacara tersebut berguna untuk mengintensifkan solidaritas sosial.[6]

Hal tersebut terbukti bahwa, walaupun kepercayaan para masyarakat sekarang sudah berubah, mereka masih melakukan tradisi yang dulu dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Karena seperti yang dikemukakan oleh Robertson Smith bahwa disamping sistem kepercayaan dan droktrin, agama punya sistem upacara yang relatif tetap pada banyak agama, yaitu upacara keagamaan, walaupun keyakinan masyarakat itu sudah berubah

  • Yang Tidak Setuju (Kontra)

Salah satu warga Desa Sambiroto tidak setuju dengan adat sedekah bumi atau apitan,beliau tidak pernah mengikuti adat tersebut dari dulu sampai sekarang. Dengan alasan beliau khawatir masyarakat awam syirik apabila media wayang dan penggunaan sesaji (persembahan) bisa menolak marabahaya. Sehingga akan menjadi syirik. Kegiatan itu juga banyak menelan banyak biaya, padahal dana tersebut dapat digunakan untuk kemaslahatan bersama. Contohnya: digunakan untuk memperbaiki jalan, sekolah-sekolah yang rusak dan lain-lain.[8]

Hal di atas diperkuat dengan firman Allah SWT, sebagai berikut:

وَاِذْقَالَ لُقْمَنُ لاِبْنِهِوَهُوَيَعِظُهُ يَبُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِا للّهِ. اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ. لقمان:13

Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Lukman:13).

Dari ayat di atas jelaslah bahwa perbuatan syirik itu mendatangkan azab (siksa) yang besar.[9]

Alasan tersebut sangat berlawanan dengan teori yang berorientasi pada sikap manusia terhadap yang gaib. Dimana Rudolf Otto lebih menekankan sikap kagum dan terpesona dari penganut agama terhadap zat yang gaib, maha dahsyat, maha baik, maha adil, maha bijaksana dan keramat. Sedangkan pendapat semua orang tidak selalu sama, bapak kasmadi tidak sependapat dengan Rudolf Otto. Karena beliau tidak mempercayai adanya kekuatan gaib. Sebagai makhluk hidup harus percaya bahwa manusia itu harus berusaha dan berdo’a.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Bustanuddin, 2006, Agama dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Aibak Kutbuddin,  2015, Fiqih Tradisi Menyibak Keragaman dalam Keberagamaan, Yogyakarta: Kalimedia.

Amaliyah Ida Efa, 2015, Islam dan Dakwah Sebuah Kajian Antropologi Agama, Vol 3, No 2 Desember.

Beni Ahmad Soebani, 2012, Pengantar Antropologi, Bandung: CV Pustaka Setia.

Soeparjo, 2003, Pendidikan Agama Islam, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Wawancara yang dilakukan pada tanggal 25-26 November 2016.